FISIOTERAPI BEKASI - Apakah Anda atau orang tersayang perlu menjalani terapi okupasi? Jika ya, sebaiknya pahami dulu mengenai tujuan dan prosedur terapi ini sebelum memulai menjalaninya. Anda bisa mendapatkan informasi lengkap mengenai jenis terapi ini melalui ulasan berikut.



Apa itu terapi okupasi?

Okupasi atau occupation artinya pekerjaan. Pada terapi okupasi, pekerjaan di sini berarti kegiatan sehari-hari.

Berkaca pada makna tersebut, definisi terapi okupasi adalah jenis terapi yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan melalui aktivitas sehari-hari.

Terapi ini utamanya diberikan pada seseorang yang memiliki masalah atau keterbatasan fisik, sensorik, atau kognitif, sebagai bagian dari rehabilitasi medik mereka.

Terapi ini membantu memaksimalkan fungsi tubuh mereka untuk dapat kembali menjalankan kegiatan sehari-hari dengan lebih mandiri serta mendukung aspek kehidupan lainnya.

Aspek kehidupan yang dimaksud bisa mencakup banyak peran, seperti sebagai orangtua, teman, pasangan, karyawan, atau bahkan profesi, seperti musisi, juru masak, atau atlet.

Terapi okupasi bisa diberikan pada segala usia, mulai dari bayi hingga orang dewasa yang lebih tua (lansia).

Pada anak, terapi okupasi sering kali dilakukan untuk membantu anak belajar, bermain, dan meningkatkan performa sekolah guna mendukung proses tumbuh kembangnya.

Sementara pada orang dewasa dan lansia, terapi ini umumnya membantu mereka menjalankan kegiatan yang terkait dengan pekerjaan.

Ini juga termasuk mengelola dan membersihkan rumah atau sekadar mengurus dirinya sendiri.

Siapa yang perlu menjalani terapi okupasi?

Umumnya, terapi okupasi diberikan pada orang dengan kondisi medis tertentu yang menyebabkan keterbatasan pada fisik, sensorik, dan/atau kognitifnya.

Kondisi-kondisi medis ini menyebabkan seseorang sulit menjalankan kegiatan sehari-hari serta berbagai aktivitas lainnya.

Berikut beberapa kondisi yang umum mendapat terapi okupasi.

·         Cedera pergelangan tangan atau tangan yang parah.

·         Pemulihan pasca-operasi.

·         Cedera lahir atau cacat lahir, termasuk spina bifida.

·         Sensory processing disorder.

·         Cedera otak atau sumsum tulang belakang.

·         Gangguan belajar.

·         Autisme.

·         Arthritis atau radang sendi.

·         Masalah kesehatan mental atau gangguan perilaku.

·         Patah tulang atau bentuk cedera tulang lainnya.

·         Kanker.

·         Anak yang mengalami keterlambatan perkembangan.

·         Luka bakar.

·         Mendapat amputasi.

·         Multiple sclerosis, cerebral palsy, atau penyakit kronis lainnya.

 

Kondisi-kondisi di atas memang sering kali membuat penderitanya sulit untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Ambil contoh, penderita cedera pergelangan tangan sering kesulitan untuk mengenakan pakaian, sedangkan anak yang autis tidak dapat berinteraksi secara efektif dengan orang lain.

Sementara penderita cedera otak umumnya memiliki masalah dengan memori dan berpikir sehingga sulit untuk melakukan pekerjaannya.

Dengan terapi okupasi, penderita kondisi medis di atas dapat melakukan aktivitas yang mereka inginkan dan butuhkan untuk menunjang kehidupannya.

Di mana terapi okupasi dilakukan?

Terapi okupasi dapat dilakukan di rumah sakit setelah mendapat perawatan inap pascakondisi medis yang dialaminya.

Namun, jenis terapi ini pun bisa dilakukan di tempat lain, seperti klinik, pusat rehabilitasi, tempat praktik pribadi, fasilitas kesehatan mental, atau bahkan di rumah.

Bukan cuma itu, pemberian terapi juga mencakup tempat lainnya, seperti sekolah atau bahkan tempat bekerja.

Bagaimana prosedur terapi okupasi?

Terapi okupasi dilakukan dalam berbagai tahap. Melansir laman WFOT, berikut adalah tahap-tahap dalam prosedur terapi ini.

1. Penilaian

Pada tahap ini, terapis akan mencari tahu sejauh mana kemampuan pasien, seperti apa lingkungannya, serta masalah apa yang pasien miliki terkait dengan aktivitas yang dilakukan.

Selama melakukan penilaian ini, terapis melakukan pengamatan serta menanyakan langsung kepada pasien dan orang-orang penting di sekitar pasien.

2. Perencanaan

Hasil penilaian yang terapis lakukan menjadi dasar untuk menentukan perencanaan terapi, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang.

Rencana tersebut harus sesuai dan tepat dengan tahap perkembangan seseorang, kebiasaan, peran, serta gaya hidup dan lingkungannya.

3. Intervensi

Pada tahap intervensi, terapi dirancang untuk memfasilitasi kegiatan sehari-hari pasien serta bagaimana ia beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal, bekerja, dan bersosialisasi.

Misalnya, mengajarkan teknik baru dan menyediakan peralatan yang dapat membantunya menjalankan kegiatan secara mandiri serta mengurangi hambatan dan menyediakan sumber daya untuk mengurangi stres.

Melansir laman NHS North Bristol, tahap intervensi meliputi beberapa hal, seperti di bawah ini.

·         Meningkatkan atau mempertahankan tingkat fungsional.

·         Mengatur lingkungan rumah yang aman.

·         Memfasilitasi pemulangan dari rumah sakit (bila terapi dilakukan di rumah sakit).

·         Memastikan apakah diperlukan rehabilitasi lanjutan di rumah.

4. Kerja sama

Selama menjalankan tahap-tahap di atas, terapi okupasi melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama dari berbagai pihak tersebut untuk keberhasilan terapi ini.

Selain terapis okupasi itu sendiri, perawatan ini juga membutuhkan kerja sama dengan tim medis dan profesional lain, keluarga, pengasuh, dan pihak lainnya yang juga terlibat.

Berapa lama proses terapi okupasi dilakukan?

Ini tergantung dari kondisi medis yang dimiliki serta bagaimana perkembangan setiap orang dalam merespons perawatan.

Beberapa orang mungkin dapat berkembang dengan cepat sehingga tidak perlu menjali terapi berlama-lama, sedangkan yang lainnya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Ambil contoh, anak dengan autisme mungkin membutuhkan program terapi jangka panjang karena banyaknya tantangan yang ia hadapi dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Apa perbedaan terapi okupasi dan terapi fisik?

Terapi okupasi dan terapi fisik (fisioterapi) tidaklah sama.

Meski begitu, keduanya saling berkaitan untuk membantu pasien dengan kondisi tertentu untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Lalu, apa perbedaannya? Perbedaan antara keduanya terlihat pada fungsi dan tujuan dari masing-masing terapi ini.

Melansir laman KidsHealth, terapi fisik membantu pasien mengatasi berbagai hal di bawah ini.

·         Rasa sakit.

·         Kekuatan.

·         Rentang gerak.

·         Daya tahan.

·         Keterampilan motorik kasar (gerakan otot besar yang dilakukan dengan lengan, kaki, tungkai kaki, atau seluruh tubuh).

Sementara terapi okupasi lebih terkait dengan hal-hal berikut.

·         Keterampilan motorik halus (gerakan otot kecil yang dilakukan dengan tangan, jari tangan, dan kaki, seperti menggenggam).

·         Kemampuan visual-persepsi.

·         Keterampilan kognitif (berpikir).

·         Masalah pemrosesan sensorik.

Jika masih ada pertanyaan lebih lanjut seputar terapi ini, silakan konsultasikan lebih banyak dengan dokter Anda.

 

Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: