FISIOTERAPI BEKASI - Tantangan profesi lain terhadap profesi fisioterapi memang beragam. Minimal ada tiga kelompok yang pertama adalah kelompok profesi medis, yang kedua kelompok tenaga kesehatan dan kelompok ketiga adalah kelompok tradisional dan non kesehatan. Kelompok pertama ini digawangi oleh dokter Spesialis Rehabilitasi medis. Dokter ini dengan pendekatan superioritas subyektif seorang dokter melakukan legalisasi kooptasi profesi fisioterapi ( kewenangan dan kompetensinya) melalui pengaburan peraturan. Kelompok ini juga memanfaatkan jaringan koligeal sesama dokter baik di rumah sakit maupun organisasi profesi.
Semangat koligeal ini sering kali melahirkan keputusan keputusan di level rumah sakit yang aneh bahkan nampak bodoh tapi dijalankan secara paksa. Nampaknya kelompok ini memang tidak ingin terlihat pintar tetapi lebih ingin dilihat sebagai superior. Tantangan kelompok tenaga kesehatan lain ahir ahir ini secara insidentil utamanya pada jenis layanan praktik yang menyerupai ,identik dan pengakuan sepihak, untuk tantangan kelompok ini memang tidak terlalu mengganggu sebab mereka tidak didukung oleh aspek legal . Mereka pasti akan kelelahan jika ingin menandingi kompetensi fisioterapi, masyarakat akan dengan mudah mengatakan bahwa mereka bukan fisio, sebab hasil layanannnya pasti tidak memuaskan dikarenakan aspek keikmuan dan ketrampilan yg tidak mencukupi. Demikian juga untuk kelompok ketiga. Kompetensi dan ilmu yg tidak cukup pasti menyebbakan mereka hanya bertindak secara parsial. Namun demikian kita bisa membuat kesimpulan sederhana dari kesamaan motifasi kelompok mereka yaitu motivasi komersial alias peluang untuk mengais rupiah.
Lantas, Bagaimanakah Seharusnya Profesi Fisioterapi Menghadapi Tantangan Diatas ?
Pertanyaan di atas selalu muncul baik dari kelompok yang galau pesimistis maupun dari kelompok yang bergairah ootimistik. Jawabannya sebenarnya sudah di upayakan oleh para pendahulu fisioterapi di Indonesia dengan menetapkan 3 jalur utama, yaitu :
1. Jalur ilmiah
Jalur ini dilajukan dengan terus memperjuangkan arah dan jenjang pendidikan fisioterapi di Indonesia. Setelah dengan proses panjang jenjang pendidikan fisioterapi di Indonesia sudah runut, meskipin terlalu dini jika dikatakan berhasil.Sebab keberhasilan pejuangan pendidikan tidak hanya di ukur dari tingginya jenjang akan tetapi juga mutu proses pendidikannya. Sejarah secara mayoritas menunjukan bahwa di negara negara maju yang profesi fisioterapinya mendapatkan kedudukan yang baik, jenjang pendidkannya pun sangat baik. Jenjang pendidikan mereka sampai pada jenjang tertinggi yaitu post doctoral. Sebaliknya sejarah juga mencatat hingga hari ini , profesi fisioterapi kurang mendapatkan tempat yg layak jika pendidikannya masih di bawah (under graduate).
2. Jalur Legal Perundangan
Dalam konteks fisioterapi kita merenungan istilah asing yang sangat populer "MAN BEHIND THE GUN " dalam memandang regulasi. Secara legal dalam komteks minimal yg dibutuhkan profesi, perundangan fisioterapi sangatlah cukup. Apabila hari ini masih ada keraguain tentang aspek legal ini maka sesunguhnya yg perlu dipertanyakan adalah siapa yg menggunakannya. Adalah sebuah niscaya jika implementasi perundangan ini akan berbenturan dengan kepentingan 3 kelompok penantang profesi di Atas, disinilah letak jiwa corsa pemegang profesi. Akankah berhenti mengunakan perudangan itu atau terus mengupayakan implementasi perundangan itu . Ukurannya menjadi sangat dilematis jika pemegang profesi memiliki banyak keraguan. Dalam konteks perjuangan pertanyaannya adalah "Apakah profesi ini benar?" . Jika yakin benar maka tak ada hal lain yg lebih tinggi selain melaksanakan kebenaran itu.
3. Jalur Negosiasi Top Down
Sejak berdirinya organisasi profesi fisioterapi , upaya utama yang dijalankan adalah bagaimana memeperjuangkan profesi ini pada jalur kebijakan pemerintah. Lahirnya beberapa perundangan baik pelayanan maupun pendidikan adalah sebagian dari keberhasilan itu. Meski juga ada kegagalan lain. Maka upaya bottom up juga harus dilaksanakan.
Post A Comment:
0 comments: