FISIOTERAPI BEKASI - Saat pandemi COVID-19, kompetisi, olimpiade, dan semua kejuaraan olahraga harus tertunda sampai waktu yang tidak ditentukan. Para atlet, sebagaimana orang pada umumnya, harus diam di rumah demi menghindari infeksi COVID-19. Kondisi pandemi COVID-19 ini tentunya bisa mempengaruhi performa, kesehatan fisik, dan kesehatan mental para atlet.
Fisik dan mental atlet terancam selama COVID-19
Pandemi COVID-19 adalah tantangan besar bagi para atlet. Mereka berlatih sepanjang tahun sebagai persiapan mengikuti berbagai pertandingan dan kejuaraan. Namun, kerja keras dan harapan mereka tiba-tiba seperti direbut paksa.
Fasilitas pelatihan ditutup, acara dan musim kompetisi di semua level dibatalkan. Hal ini menurut para ahli, bukan hanya mempengaruhi fisik mereka tapi juga kesehatan mental para atlet.
Di Liga Inggris misalnya, klub sepakbola Liverpool hampir mengunci trofi juara musim ini. Trofi yang telah mereka dambakan selama 30 tahun. Kini nasib Liga Inggris belum jelas, entah akan dilanjutkan atau dianulir. Jika dianulir tentu ini menjadi musim menyakitkan untuk Liverpool dan para pendukungnya.
Di Indonesia, semua kompetisi di segala cabang olahraga juga dihentikan. Klub sepakbola Persib Bandung menjadi tim yang nahas, setelah menggenggam lebih dari separuh kemenangan Liga 1 Indonesia di tangan. Selain liga-liga reguler, ada gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua, dan kompetisi-kompetisi tingkat SMA serta perguruan tinggi yang harus dihentikan hingga pandemi usai. Selama pandemi COVID-19, atlet terpaksa tetap berada di rumah untuk menjaga performa fisik dengan fasilitas seadanya dan dengan kemungkinan tekanan mental yang tinggi.
Selain liga-liga reguler, ada gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua, dan kompetisi-kompetisi tingkat SMA serta perguruan tinggi yang harus dihentikan hingga pandemi usai. Selama pandemi COVID-19, atlet terpaksa tetap berada di rumah untuk menjaga performa fisik dengan fasilitas seadanya dan dengan kemungkinan tekanan mental yang tinggi.
Selama pandemi COVID-19, atlet terpaksa tetap berada di rumah untuk menjaga performa fisik dengan fasilitas seadanya dan dengan kemungkinan tekanan mental yang tinggi.
Performa dan kesehatan fisik atlet selama pandemi COVID-19
Di Indonesia, semua kompetisi di segala cabang olahraga juga dihentikan. Klub sepakbola Persib Bandung menjadi tim yang nahas, setelah menggenggam lebih dari separuh kemenangan Liga 1 Indonesia di tangan. Selain liga-liga reguler, ada gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua, dan kompetisi-kompetisi tingkat SMA serta perguruan tinggi yang harus dihentikan hingga pandemi usai. Selama pandemi COVID-19, atlet terpaksa tetap berada di rumah untuk menjaga performa fisik dengan fasilitas seadanya dan dengan kemungkinan tekanan mental yang tinggi.Penurunan kondisi fisik atlet akan berkurang jika kegiatan latihan rutin berhenti. Dalam waktu satu minggu saja, performa tubuh akan turun sebanyak lebih kurang 50 persen. Ini berlaku bagi semua orang yang setiap harinya rutin melakukan latihan fisik.
Para atlet terbiasa dengan porsi latihan tinggi dalam menjaga dan meningkatkan performa permainan. Salah satu yang menunjang performa atlet adalah VO2Max atau konsumsi oksigen maksimal seseorang saat beraktivitas dengan intensitas tinggi. Andi Fadhilah, fisioterapis yang juga pernah menangani tim nasional sepakbola putri, menjelaskan proses terjadinya penurunan performa pada atlet yang dipaksa harus mengurangi porsi latihan fisiknya. Saat ini, atlet tidak mendapatkan porsi latihan sama seperti yang dilakukan saat musim tanding. Hal tersebut menyebabkan VO2Max menurun. Penurunan tersebut berkisar 10.1 persen dalam waktu 5 minggu saat porsi latihan (termasuk intensitas, durasi, dan frekuensi) diturunkan. Penurunan porsi latihan ini juga berpengaruh pada kinerja otot. Pada seorang atlet, ada banyak sel-sel penggerak (motor neuron) yang aktif saat terjadi gerakan. Jika tidak distimulasi dengan gerak atau latihan fisik, kontraksi otot akan berkurang atau tidak ada sama sekali dan sel-sel penggerak akan mati. Berkurangnya kontraksi dalam porsi latihan yang menurun mengakibatkan penurunan pada kekuatan otot. “Jadi misalnya atlet itu berhenti latihan berarti kemampuan otot menurun, daya tahan menurun membuat power menurun, dan saat power menurun maka kelincahan dan performa ikut menurun,” jelas Fadhilah. Ada tiga hal yang paling dibutuhkan oleh fisik atlet yaitu kekuatan (power), ketahanan (endurance), dan kelincahan (agility). Ketiganya harus selalu dilatih untuk menjaga performa permainan seorang atlet. Saat ketiganya tersebut menurun, otomatis kemampuan permainan si atlet juga ikut menurun. Kesehatan mental atlet harus dijaga
Para atlet terbiasa dengan porsi latihan tinggi dalam menjaga dan meningkatkan performa permainan. Salah satu yang menunjang performa atlet adalah VO2Max atau konsumsi oksigen maksimal seseorang saat beraktivitas dengan intensitas tinggi. Andi Fadhilah, fisioterapis yang juga pernah menangani tim nasional sepakbola putri, menjelaskan proses terjadinya penurunan performa pada atlet yang dipaksa harus mengurangi porsi latihan fisiknya. Saat ini, atlet tidak mendapatkan porsi latihan sama seperti yang dilakukan saat musim tanding. Hal tersebut menyebabkan VO2Max menurun. Penurunan tersebut berkisar 10.1 persen dalam waktu 5 minggu saat porsi latihan (termasuk intensitas, durasi, dan frekuensi) diturunkan. Penurunan porsi latihan ini juga berpengaruh pada kinerja otot. Pada seorang atlet, ada banyak sel-sel penggerak (motor neuron) yang aktif saat terjadi gerakan. Jika tidak distimulasi dengan gerak atau latihan fisik, kontraksi otot akan berkurang atau tidak ada sama sekali dan sel-sel penggerak akan mati. Berkurangnya kontraksi dalam porsi latihan yang menurun mengakibatkan penurunan pada kekuatan otot. “Jadi misalnya atlet itu berhenti latihan berarti kemampuan otot menurun, daya tahan menurun membuat power menurun, dan saat power menurun maka kelincahan dan performa ikut menurun,” jelas Fadhilah. Ada tiga hal yang paling dibutuhkan oleh fisik atlet yaitu kekuatan (power), ketahanan (endurance), dan kelincahan (agility). Ketiganya harus selalu dilatih untuk menjaga performa permainan seorang atlet. Saat ketiganya tersebut menurun, otomatis kemampuan permainan si atlet juga ikut menurun.Selain menjaga fisik, ada hal lain yang harus diperhatikan para atlet saat vakum karena pandemi COVID-19 yakni kesehatan mental. Psikolog klinis Denrich Suryadi mengatakan dalam masa pandemi ini atlet bisa didatangi perasaan cemas. “Kemungkinan ada rasa cemas bukan hanya karena takut performa dia menurun, tapi juga karena ada harapan dari pendukungnya,” jelas Denrich. Selain itu pertandingan-pertandingan yang ditunda mempengaruhi kesiapan mental para atlet. Ada kemungkinan kemenangan ditunda yang merambat pada gairah bertanding yang akan menurun.
Post A Comment:
0 comments: